Kesepuhan Ciptagelar adalah salah satu pusat
kebudayaan SABAKI (Kesatuan Adat Banten Kidul). Kesepuhan ini memiliki tempat
yang indah dan asri, warga yang ramah, kearifan lokal yang masih terjaga. Warga
kasepuhan Ciptagelar adalah masyarakat adat yang masih mempertahankan budaya
leluruh. Mereka masih sangat memegang erat budaya dan adat istiadat dalam
kehidupan kesehariannya. Masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar percaya manusia
bertugas untuk menjaga dan memelihara keseimbangan alam, karena keteraturan dan
keseimbangan alam semesta merupakan sesuatu yang mutlak. Adanya malapetaka atau
bencana adalah akibat keseimbangan dan keteraturan alam yang terganggu. Sistem
keagamaan Kampung Ciptagelar adalah Islam, namun masih memiliki unsur animisme
dan dinamisme yang kuat.
1. SEJARAH KASEPUHAN CIPTAGELAR.
Berdiri sejak tahun 1368, kampung yang berada di ketinggian 1.050 meter
di atas permukaan laut ini memiliki suhu berkisar 20 - 26 derajat celcius, ini masih
memegang kuat adat dan ajaran leluhur seperti ciri khas lokasi, bentuk rumah,
serta tradisi yang masih di jalankan oleh penduduknya. Menurut sejarah adanya
kasepuhan adat Ciptagelar didirikan oleh pasukan kerajaan tanah sunda. Dengan
mengikuti perintah Prabu Siliwangi yang ingin melakukan moksa (meninggalkan kehidupan duniawi). Para prajurit kemudian
dipisahan menjadi tiga kelompok membentuk desa baru yang saling berhubungan.
Salah satunya adalah Kampung Gede yang mempunyai fungsi sebagai pusat dari kasepuhan
ciptagelar. Masyarakat atau warga Kampung Ciptagelar sebenarnya tidak terbatas
di kampung tesebut saja tetapi bermukim secara tersebar di sekitar daerah
Banten, Bogor, dan Sukabumi Selatan. Namun demikian sebagai tempat rujukannya,
"pusat pemerintahannya" adalah Kampung Gede, yang dihuni oleh Sesepuh
Girang (pemimpin adat), Baris Kolot (para pembantu Sesepuh Girang) dan
masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang ingin tinggal sekampung dengan pemimpin
adatnya. Kampung Gede adalah sebuah kampung adat karena eksistensinya masih
dilingkupi oleh tradisi atau aturan adat warisan leluhur.
2. Ciri Khas Rumah Adat.
Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran
/an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa
Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu
tempat tinggal para sesepuh. Sebutan
kasepuhan ini pun menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas
atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot).
Kasepuhan berarti 'adat kebiasaan tua' atau 'adat kebiasaan nenek moyang'.
Rumah masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah atap dari tiang salak cagak
yang berarti bentuk dan potongan rumah adatnya adalah rumah panggung
manggunakan atap daun kiray atau daun tepus dengan bilik yang tarbuat dari
pring, sementara tiangnya dari kayu. Bagian rumahnya terbagi dalam lima
tahapan, seperti umpak, kolong, batang, para dan atap, semua mamiliki fungsi
yang telah dirancang tutuha (ketua adat) agar berguna bagi panghuninya.
Bagian-bagian Rumah Kasepuhan.
Pambagian ruang dalam rumah warga adat kasepuhan
terbagi manjadi dua bagian yaitu Imah dan Pawon.
1. Imah adalah ruang tengah dimana terdapat
kamar-kamar disalah satu sisinya.
2. Pawon adalah dapur untuk memasak dan menyimpan
bahan makanan ukurannya bisa berbanding sama dengan imah (ruang tengah).
Dikarnakan aktivitas
panghuni rumahnya labih banyak di Pawon. Terasa kehangatannya lebih seperti
ruang tamu bagi siapapun yang datang. Selain digunakan untuk kegiatan memasak,
di pawon terdapat hawu atau tungku masak. Semua kegiatan memasak nasi dalam
aturan adat istiadat harus manggunakan kayu bakar yang diambil langsung dari
hutan.
3. Lokasi Kasepuhan Ciptagelar.
Secara administratif, Kampung Ciptagelar berada di wilayah Kampung
Sukamulya Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Jarak Kampung
Ciptagelar dari Desa Sirnaresmi 14 Km, dari kota kecamatan 27 Km, dari pusat
pemerintahan Kabupaten Sukabumi 103 Km dan dari Bandung 203 Km ke arah Barat.
Kampung Ciptagelar dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan roda
dua (motor). Jenis kendaraan roda empat harus mempunyai persyaratan khusus,
yakni mempunyai ketinggian badan cukup tinggi di atas tanah serta dalam kondisi
prima. Apabila tidak mempunyai persyaratan yang dimaksud kecil kemungkinan
kendaraan tersebut sampai ke lokasi. Dan umumnya mobil-mobil demikian hanya
sampai di kantor Desa Sirnaresmi yang sekaligus merupakan tempat parkirnya.
Selebihnya menggunakan kendaraan ojeg atau mobil umum (jenis jeep) yang hanya
ada sewaktu-waktu atau jalan kaki.
Tidak ada komentar: